Selasa, 02 Februari 2010

PEMETAAN PARADIGMA PEMUDA CILEGON

Ini upaya pemetaan dan pengklasifikasian paradigma yang dimiliki kaum pemuda di kota cilegon di tengah dinamika sosial ekonomi politik dewasa ini, terutama menjelang pilkada di daerah ini, bagaimana reaksi mereka menghadapi dan menyikapi persoalan-persoalan politik kekuasaan dan industri yang sedang terjadi.

Pemetaan ini tidak mengambil dari referensi manapun, dan juga tidak dari sumber manapun, tulisan ini hanya mangambil dari analisa konflik yang sering terjadi, analisa dari perseteruan di alam nyata dan alam maya, juga analisa dari kenyataaan pemuda yang ada di cilegon.

Lemah secara akademis ya mungkin lemah, justru dengan kekurangan ini mengharapkan koreksi total dan kritik total guna perubahan paradigma dan ideologi kaum pemuda di cilegon.

Sebelum kita klasifkasikan paradigma kaum muda ini, alangkah lebih baik jika kita tarik persamaan persepsi terlebih dahulu pengertian orang-orang yang termasuk sebagai kategori pemuda.

Menjadi pemahaman umum bahwa orang-orang yang disebut pemuda adalah orang-orang yang berusia 17 tahun sampai dengan 40 tahun, namun bagaimana jika paradigma pemuda itu juga dimiliki oleh orang-orang yang berusia diatas itu? Dalam tulisan ini kita tidak meganalisa kaum tua yang berparadigma sebagaimana kaum muda, kita hanya mencoba melihat dengan nyata paradigma kaum muda yang ada di cilegon saat ini.

Pemuda Konservatif Fanatik

Dari segi kuantitas jumlah pemuda yang memiliki paradigma ini lebih mendominasi di cilegon, mereka berbuat sesuai dengan potensi dirinya, merasa cukup dengan kapasitas yang dimilikinya dan jarang mampu melihat peluang dan kesempatan yang ada. mayoritas kalangan ini kurang memiliki sumberdaya ekonomi, walaupun orang tuanya berekonomi berkecukupan, mereka tidak diajarkan memiliki mimpi apalagi visi, tak jarang yang putus sekolah bukan karena tidak mampu,

Sebagian dari mereka memiliki mental minder dan inferior, lebih mengutamakan struktur emosional dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dalam menyikapi fenomena industri dan dinamika politik kekuasaan, kalangan ini sungguh banyak berharap ikut terlibat dalam dinamika aktifitas dua kosmologi ini, motifasi keterlibatannya ini bukan hanya menyangkut kebutuhan hidup saja, namun juga status sosial yang akan didapat dalam stuktur sosial masyarakat cilegon.

Keberadaanya sering dieksploitasi oleh berbagai interes. Sering diklaim sebagai massa aktif yang pro kekuasaan atau pro perubahan, Imej dan stereotip keburukan selalu ditimpakan kepada mereka, sering disalahkan, sering disebut idealis, kampungan, pemalas, bodoh, gengsi, pelanggar aturan dan etika.

Pemuda-pemuda ini memiliki potensi militansi ya tinggi, solidaritas yang tinggi dan loyalitas yang patut diperhitungkan, mereka kaum pekerja keras, dalam aktifitas keagamaan kalangan ini sangat menjaga kesucian, memendam nilai-nilai tradisi yang sedang mengalami transisi, kecenderungan menjadi liberal sangat potensial di kalangan ini di saat kegamangan menghadapi tuntutan jaman dan westernisasi budaya mendistorsi tradisi di kalangan ini. Merekalah sebenarnya basis utama empowering perubahan dalam masyarakat.

Pemuda Liberal Pragmatis

Pemuda yang memiliki paradigma ini lebih pragmatis, mereka kebanyakan memiliki sumberdaya ekonomi dari orang tua atau keluarganya, sehingga dalam perkembangannya sangat mudah mendapatkan akses prosedural dunia industri dan pemerintahan, namun bagi yang tidak memiliki sumberdaya, justru mereka merepotkan orang tua dan keluarga bahkan masyarakat, tak jarang orang tuanya yang hanya buruh rendahan atau tukang cuci ternyata anaknya bergaya hidup layaknya selebriti.

Para pemuda ini menyukai kebebasan dalam bergaul, berpikir dan bertindak, senang dengan kemapanan dan kenyamanan sehingga pemuda ini cenderung berafiliasi dengan kekuasaan. Kalaupun vis a vis itu karena kepentingan politik belaka,

Banyak dari kalangan ini mengeksploitasi pemuda konservatif, baik dalam ranah politik, ekonomi dan sosial, di mata pemuda konservatif kalangan ini memiliki status sosial yang tinggi, tak jarang pemuda konservatif mengikuti gaya hidup dan selera pemuda-pemuda ini yang dianggap memiliki budaya lebih maju.

Mereka lebih apresiatif dengan kalangan yang berlevel ekonomi yang sama, sebagian dari mereka gandrung dengan dogma-dogma agama, dan menikmati religiusitas dengan norma-norma yang selalu menguap dalam diskursus, sikap ini didukung dengan faktor ekonomi yang cukup untuk tenang dalam internalisasi spiritualisme.

Pemuda Revivalis Radikal

Pemuda ini lebih banyak menyalahkan kebijakan kekuasaan dan otoritas industri, pemuda ini memiliki impian yang idealis, terkadang idealismenya hanya menjadi wacana yang penerjemahannya dan pengejawantahannya terbentur dengan realita yang ada, sehingga sering dikecam pandai berteori tapi tak mampu berbuat, pandai mengkritik tapi tak memberi solusi.

Dalam ranah sosial kalangan ini seakan memiliki jarak dengan masyarakat, seringkali menuding masyarakat tidak peka dengan arogansi kekuasaan dan tidak mendukung upaya-upaya perubahan yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat miskin.
Pemuda-pemuda ini gandrung dengan ideologi yang progresif revolusioner, mereka cenderung mengidolakan tokoh-tokoh revolusioner, dan berpendapat dengan pendapat-pendapat yang radikal.

Dalam perspektif keagamaanya kalangan ini juga cukup radikal namun cenderung sekuler, keradikalannya dalam pemahaman agamanya tidak lantas mencita-citakan penegakan syariah dan khilafah, namun keradikalannya akan berkorelasi dan berkopendensi dengan gerakan-gerakan radikal keagamaan.

Keberadaanya sebetulnya menguntungkan kekuasaaan, banyak ide dan masukan serta pelurusan kebijakan yang menyimpang. Secara tidak langsung pemuda-pemuda radikal ini mitra pemerintah yang galak dan sadis, pemuda ini adalah orang-orang garda terdepan dalam mengoreksi kebijakan, kalangan inilah yang aktif melakukan advokasi dan aksi-aksi demonstrasi dalam menuntut keadilan dan kebenaran.

Pemuda Transformatif Praktik

Perubahan bagi pemuda ini adalah upaya terus menerus dalam pemberdayaan masyarakat, baik dalam pengorganisiran, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, maupun kreatifitas seni.

Jumlah kalangan ini tidak banyak, Seringkali kalangan ini berdampingan dengan kekuasaan dalam menjalankan program-program (proyek-proyek) yang berkaitan dengan kemasyarakatan, ataupun dengan kalangan industri dalam proyek-proyek pribadinya

Dalam paradigma kalangan ini, kekuasaan dan kebijakan politik selama tidak berpihak ke masyarakat adalah musuhnya, arogansi indutri yang merugikan kehidupan masyarakat adalah musuhnya,

Kalangan ini cenderung liberal dalam perspektif keagamaannya, spiritualnya lebih cenderung kepada empowering masyarakat dalam memahami hak-haknya dan penegakan alam demokrasi di daerahnya,

Kesulitan yang selalu menimpa kalangan ini adalah persoalan logistik operasional alias keuangan, maka tak heran jika gerakan-gerakannya cenderung pragmatis dan kompromisitis dengan kekuasaan, kalangan inipun terbelah dalam dua sisi, satu sisi memiliki trayek ke arah habitat pemuda yang berparadigma liberal pragmatis, dan sisi yang lain ke trayek pemuda berparadigma revivalis radikal.

Demikianlah analisa paradigma kepemudaan yang terjadi di cilegon, mungkin saja paradigma ini berlaku juga di tingkat propinsi atau mungkin di tingkat nasional, tapi dalam dua skala yang disebut terakhir mungkin berbeda dalam situasi sosio-kultur-politiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar